Iklan

Rabu, 13 Agustus 2025

Kopi Hangat Dari Meja Redaksi Sindo7, "Di Luar Gedung DPRD Kabupaten Pati Demo", di Dalam Hak Angket, Sudewo pun di Ujung Tanduk.


PATI//Sindo7.id - Ratusan Ribu Warga Yang Turun Kejalan Untuk Ikut Acara Gelar Demo  Di Depan gedung DPRD Pati. Sementara di dalam gedung, Seluruh Anggota fraksi sepakat keluarkan jurus maut, Hak Angket. 



Bupati Pati (Sudewo) pun terancam sudah di ujung tanduk. Apakah pertolongan presiden bisa obatnya Untuk langkah menyelamatkan posisinya tetap jadi Bupati. Narasi kepedihan dan darah mendidih masyarakat terkini dari kabupaten PatiJawa Tengah.


Langit Pati masih memerah. Matahari tergantung di ufuk barat, tapi sinarnya tak lagi hangat. Ia seperti lampu tua yang memandang bosan pada panggung drama politik. 


Jalanan mendidih, bukan oleh lava gunung berapi, melainkan oleh gelombang manusia yang menggerakkan kaki mereka seperti genderang perang. Mereka datang dengan teriakan, spanduk, dan amarah yang tak lagi bisa diikat dengan pita janji manis.



Di tengah kerumunan masyarakat, informasi hangat berdesir, dari dalam gedung DPRD Pati , Wakil Rakyat juga sepakat menggunakan Hak Angket. Untuk senjata pamungkas parlemen daerah. 


Biasanya hanya keluar jika kopi sudah terlalu pahit untuk diminum. Sementara itu, sang Bupati, Sudewo, yang kabarnya sempat di isukan mundur, justru memilih berdiri tegak menolak mundur. Seperti kapten kapal yang berjanji akan tetap di dek, meskipun kapal itu sudah miring 45 derajat dan pelampungnya habis diborong awak kapal sendiri.


Massa sudah tak peduli lagi, Sudewo ngotot tak mundur. Amarah Warga  malah makin membara. Di alun-alun, aroma campuran debu, keringat, dan bensin dari kendaraan yang terbakar dan menampar hidung.


Sejumlah polisi yang awalnya berjaga kini malah menjadi pihak yang diamankan pendemo. Pemandangan absurd tersaji. Ada polisi berlari-lari dikejar massa, ada yang berlindung di balik gerobak bakso, ada yang kehilangan sepatu, dan ada yang matanya melotot karena dilempari botol air mineral yang entah kenapa terasa seperti granat moral.


Gas air mata yang ditembakkan untuk membubarkan massa justru menambah teater tragedi. Seorang demonstran terkulai lemas di trotoar, napasnya tersengal, wajahnya pucat. Beberapa kawannya dengan sigap menggotongnya sambil meneriakkan, “Oksigen! Bawa oksigen!” dan entah dari mana, sebuah tabung oksigen muncul, seperti properti ajaib dari panggung sirkus. Mereka menempelkan masker tabung itu ke wajahnya, sementara di sekeliling mereka, asap gas air mata terus bergulung seperti kabut neraka.


Adegan ini bukan sekadar protes, tapi seperti bab terakhir dari epos rakyat yang muak. Setiap batu yang dilempar, setiap ban yang dibakar, adalah puisi kemarahan yang ditulis dengan tinta peluh. Mereka tak lagi peduli siapa di depan mereka, selama simbol kekuasaan itu masih berdiri, mereka akan terus menggempur.


Di panggung politik, Hak Angket DPRD menjadi peluru yang diarahkan ke kursi bupati. Namun, di luar gedung itu, di jalanan yang berdebu, rakyat sudah punya bahasa mereka sendiri, bahasa lemparan, bahasa bakar-bakaran, bahasa teriakan serak yang memukul telinga siapa saja yang merasa kebal. Ketika sang Bupati dari kader Gerundra ini berkata ia menolak mundur, suara di lapangan menjawab dengan nada yang tak lagi bisa disensor.


Dari balkon-balkon toko yang tutup, orang-orang menonton. Ada yang mengangkat ponsel, ada yang hanya menggeleng, seakan berkata, “Inilah Pati hari ini. Panggung absurd di mana aktor dan penonton sama-sama lelah.” Langit semakin merah, bukan karena senja yang indah, melainkan pantulan api dari ban-ban yang dibakar. Entah besok atau lusa, apakah lakon ini akan berakhir dengan tepuk tangan, tangisan, atau sekadar keheninga. Yang jelas, drama ini sudah menjadi bagian dari kitab besar suara rakyat, yang tak akan pernah selesai ditulis.


Di tengah asap, lemparan, dan teriakan itu, Kang Ngopi di warung pojok cuma senyum sambil mengaduk gula yang tak larut-larut, lalu berucap pelan, “Kekuasaan itu seperti kopi panas, kalau diminum rakus bisa bikin lidah melepuh. Kalau didiamkan terlalu lama bisa dingin dan basi. Maka pemimpin harus tahu kapan menyeruput, kapan meniup, dan kapan meletakkan cangkirnya agar orang lain juga bisa ikut merasakan hangatnya.” 


Aksi Demo Akbar di Pati terjadi karena kebijakan kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga 250% yang kontroversial. Masyarakat turun ke jalan menuntut Bupati Sudewo mundur karena dianggap mengabaikan aspirasi rakyat. Setelah tekanan keras, Bupati membatalkan kebijakan dan meminta maaf, mengajak semua pihak menjaga kondusifitas demi pembangunan Pati. 

Sikap Lintas Fraksi :

Dukungan untuk melengserkan Sudewo ternyata datang dari lintas fraksi. Sejumlah partai besar di DPRD Pati, termasuk PDIP, PPP, PKB, PKS, Demokrat, Golkar, dan bahkan Partai Gerindra (partai yang mengusung Sudewo) dilaporkan telah satu suara untuk membentuk pansus.

Lintas Atensi Parlemen :

Tuntutan dari masing-masing fraksi pun spesifik dan tajam. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti masalah kebijakan internal pemkab.


"Hak angket Fraksi PKS: pengangkatan Direktur RSUD, pemaikaian anggaran."


Sementara itu, Fraksi Demokrat secara terang-terangan mendorong proses pelengseran.


Fraksi Golkar juga memberikan catatan kritis, menyebut bahwa kebijakan kenaikan PBB yang sebelumnya digulirkan Sudewo adalah sebuah langkah yang sangat fatal.


Sikap tegas DPRD ini menjadi respons langsung terhadap eskalasi tuntutan rakyat yang berujung pada chaos, yang memaksa polisi menembakkan  gas air mata untuk membubarkan massa, tapi hasilnya bukan menbubarkan nyatanya pendemo memilih bertahan. 


Tahapan Ulansan Kopi Hangat Dari Meja Redaksi Media Sindo7.id - Kejadian ini bisa Pelajaran penting bagi Pemerintah Pusat dan kepala daerah untuk perjalanan kekuasaannya dari hasil kandungan pesta demokrasi, agar tidak asal membuat kebijakan lewat Jalur Terpoliktisasi, "Baiknya Jangan buat kecederah hati nurani Dan Kepedihan Rakyatnya." Ketika Rakyat Sudah Turun Kejalan pasti Jabatan akan terhusik, kopi hangat terasa mendidih.


Rdks/Tim krlip Nsl S2 


  

0 komentar:

Posting Komentar